PERKEMBANGAN
BUMI
Bumi adalah
sebuah bola batu yang tertutup oleh air dan dibungkus oleh lapisan gas yang
tipis. Kira-kira 280-225 juta tahun lalu semua benua masih tergabung dalam satu
daratan yang sangat luas yang disebut dengan Pangea. Lalu sekitar 200
juta tahun yang lalu pangea terbelah menjadi dua yakni Gondwanaland dan Laurasia.
Gondwanaland kemudian terbelah membentuk benua afrika, antartika,
australia, Amerika Selatan, dan sub benua India. Sedangkan Laurasia
terbelah menjadi Eurasia dan Amerika Utara. Pada saat benua ini terbelah-belah beberapa samudera baru
muncul di sela-selanya.
Berdasarkan
penyusunannya, lapisan bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan mesosfer. Litosfer
adalah lapisan paling luar bumi yang memiliki ketebalan kira-kira 100 km dan
terdiri dari kerak bumi dan bagian atas mantel. Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik
(lempeng benua dan lempeng samudera) yang saling bersinggungan satu dengan
lainnya.
Lempeng
lempeng tersebut bergerak satu sama lain dengan kecepatan yang berbeda-beda,
yaitu sekitar 2-7cm/tahun. Pergerakan lempeng ini terjadi akibat adanya penjalaran arus panas dari inti
bumi ke mantel bumi yang disebut dengan arus konveksi. Pergerakan
lempeng ini tidak dapat kita rasakan. Selain itu terjadi pula interaksi yang menyebabkan kejadian-kejadian
geologi seperti pembentukan gunungapi, gempabumi,
pembentukan batuan, dll.
LEMPENG
Ada enam
lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Amerika Utara, Lempeng Amerika
Selatan, Lempeng Afrika, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia. Lempeng-lempeng tersebut bergerak saling mendekat dan menjauh.
Antara satu
lempeng dengan lempeng lainnya yang berdampingan akan terjadi interaksi pada
batas lempengnya.
Ada 3 jenis
interaksi yang terjadi yaitu Divergen, Konvergen dan Transform.
Divergen terjadi apabila dua buah lempeng atau lebih saling menjauh,
sementara Konvergen terjadi ketika dua buah lempeng saling mendekat. Proses
Konvergen akan mengakibatkan tabrakan atau tumbukan diantara lempeng-lempeng
yang dikenal sebagai Subduksi dan Kolisi.
Subduksi
terjadi ketika ada interaksi antara lempeng samudra dengan lempeng samudra
atau antara lempeng samudra dengan lempeng benua dimana dalam proses
yang terakhir ini akan menyebabkan lempeng samudera akan menunjam kebawah
lempeng benua karena berat jenis lempeng samudera lebih berat dari lempeng
benua.
Sementara
Kolisi terjadi apabila lempeng benua bertemu dengan lempeng benua.
Karena keduanya memiliki berat jenis yang ringan, maka lempeng tersebut tidak
ada yang tertunjam. Proses ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan
yang biasanya sangat tinggi.
Sedangkan Transform
terjadi apabila dua lempeng yang saling berpapasan atau
bersinggungan. Biasanya batas ini terjadi karena batas konvergen yang tidak
lurus.
Sebelum
membacanya lebih lanjut, ada baiknya perhatikan juga ayat-ayat qur’an di bawah
ini:
Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di
tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.(QS 27 - an-Naml:88).
Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu
tidak goncang bersama kamu . (QS 16 - an-Nahl: 15).
GEMPABUMI
Karena
perbenturan lempeng ini terjadi sepanjang waktu dan pada saat batas elastisitas
gerakan lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh
lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah
yang disebut gelombang gempabumi.
Hasil dari
proses patahnya lempeng bumi ketika sudah tidak kuat menerima dorongan dari
yang lainnya itu disebut Sesar. Sesar dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu sesar naik
(thrust fault), sesar normal (normal fault) dan sesar mendatar/geser
(Strike Slip, Wrench Fault)
Patahan atau
sesar ini merupakan perpanjangan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan
lempeng utama. Selama lempeng terus bergerak, selama itu pula gempabumi
terjadi. Dengan demikian, sebetulnya gempabumi dapat terjadi setiap saat. Setiap
hari terjadi gempabumi puluhan bahkan ratusan kali di berbagai wilayah di
belahan dunia ini.
Tapi mengapa
kita hanya dapat merasakannya sewaktu-waktu?
Hal itu
disebabkan karena tidak semua getaran partikel atau gelombang gempabumi itu
dapat kita rasakan.
Pengalaman saya
3 kali berkunjung beberapa kali ke Badan Meteorologi dan Geofisika Mata Ie, di
Aceh membuktikan itu. Waktu itu saya datang bersama beberapa orang teman
dan kru film dalam rangka pembuatan scientific film tentang gempabumi untuk
anak-anak sekolah dasar.
Di ketiga
kunjungan itu, saya selalu menemukan informasi di atas kertas seismogram bahwa
pada hari itu, jam sebelum kedatangan kami telah terjadi gempabumi. Kunjungan
pertama dan kedua sekitar atau kurang lebih 3 SR (saya lupa pastinya, dan
sayangnya ketika itu kami lupa mengambil gambarnya) dan kunjungan yang ke 3
(gambar bawah) adalah hasil rekaman seismogram atas gempabumi yang terjadi
sekitar jam 6 pagi dengan kekuatan sekitar 4 SR lebih. Tidak ada satu orangpun
diantara kami yang ketika ditanya merasakan getaran gempabumi tersebut, baik
yang saat itu sudah terbangun atau masih tidur.
Sumber: ManGeoNAD - BGR
Sementara bila
dibandingkan dengan gambar di bawah ini yang menunjukkan rekaman getaran
gempabumi 26 Desember 2004. Begitu kuatnya getaran sehingga menyebabkan kertas
seismogram yang terpasang pada drum-drum di alat seismograf menjadi rusak atau
robek.
Sumber:
ManGeoNAD - BGR
Melihat dua
gambar di atas, tentunya kita semua sudah dapat melihat dan membandingkan juga membayangkan
kalau memang tidak semua gempabumi dapat kita rasakan. Berikut informasi
terkait kekuatan atau magnitude gempabumi yang mudah-mudahan berguna untuk kita
semua dalam mencermati dan mensikapi gempabumi:
Magnitude
|
Penjelasan
|
1 - 3
|
Tercatat oleh
seismograf, tetapi umumnya tidak terasa
|
3 - 4
|
Tercatat oleh
seismograf, kadang-kadang terasa, tidak ada kerusakan
|
5
|
Tercatat oleh seismograf, terasa
pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, kerusakan ringan di
dekat pusat gempa
|
6
|
Tercatat oleh seismograf, terasa
pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, kerusakan bangunan
dengan struktur konstruksi bangunan yang buruk pada jarak kurang dari 10 km
dari pusat gempa
|
7
|
Tergolong gempa”cukup besar”
tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah
sumber gempa, menyebabkan kerusakan cukup serius sampai jarak 100 km dari
pusat gempa
|
8
|
Tergolong “gempa besar”
tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah
sumber gempa, kerusakan serius hingga jarak diatas 100 km dari pusat
gempa
|
9
|
Gempa “sangat besar”, tercatat
oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber
gempa, kerusakan parah hingga 1000 km dari pusat gempa
|
Sumber :
Geological Survey of Canada
KERAWANAN
WILAYAH INDONESIA TERHADAP GEMPABUMI
Kepulauan
Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng
Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di
lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas
pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan
Maluku sebelah selatan.
Tumbukan
lempeng di lepas pantai Pulau Sumatera bersifat oblique (menyerong) yang
menghasilkan sesar besar, yaitu Sesar Sumatera (Sumatera Fault) yang memanjang
dari Aceh sampai Lampung. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan
di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi
di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3
lempeng itu sering terjadi gempabumi.
Gempabumi dengan kekuatan di atas
6,5 SR dapat memicu terjadinya tsunami, yaitu gelombang besar yang
terjadi karena adanya gangguan pada air laut akibat terjadinya perubahan bentuk
laut secara tiba-tiba. Penyebabnya dapat berasal dari empat sumber, yaitu:
Gempabumi, letusan gunung berapi yang berada di bawah permukaan laut, dan
longsoran yang terjadi di dasar laut serta jatuhnya benda langit ke dasar laut.
Dari keempat penyebab timbulnya tsunami, gempa merupakan penyebab utama. Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa yang menyebabkannya.
Gempa yang menimbulkan tsunami
membutuhkan empat syarat
1.
Pusat gempabumi berada di laut
2. Bermagnitudo besar. Yang dimaksud
dengan gempa berkategori besar adalah yang berkekuatan lebih dari 6,5 skala
Richter
3.
Tegolong gempa dangkal dengan
kedalaman kurang dari 33 kilometer dari permukaan bumi.
4. Terjadi dislokasi (perpindahan lokasi)
permukaan laut yang besar
Gelombang tsunami menyebar ke segala
arah dari sumber terjadinya dan bergerak menjalar menyeberangi lautan. Gelombang ini mirip dengan gelombang
melingkar yang dihasilkan ketika kita menjatuhkan batu ke air. Biasanya gelombang
awal tidak terlalu besar dan berbahaya. Tapi gelombang setelah itu akan lebih
besar. Semakin dalam dasar laut yang berada di dekat pantai maka semakin kecil
gelombang yang datang memecah pantai. Demikian sebaliknya, semakin dangkal
dasar laut di dekat pantai maka akan semakin tinggi gelombang-gelombang yang
dihasilkan.
Tinggi
gelombang tsunami yang dilaut hanya 1-2 meter, saat mendekati pantai dapat
mencapai tinggi puluhan meter. Tinggi tsunami akan maksimum pada pantai
dengan morfologi landai dan berlekuk seperti teluk muara sungai. Kehilangan
energi saat mendekati pantai akibat berkurangnya kecepatan ini akan dipindahkan
dalam bentuk pembesaran tinggi gelombang. Akibatnya, panjang gelombang di laut
dangkal memendek dan menimbulkan gelombang yang lebih tinggi.
Kerusakan yang
terjadi setelah tsunami biasanya tidak semata-mata akibat terjangan gelombang
itu sendiri. Pada umumnya setelah gempabumi dengan kekuatan besar terjadi, beberapa
bangunan dan sarana vital lainnya yang dibangun dengan tidak mematuhi standar
konstruksi yang benar akan rusak dan bahkan rubuh. Ketika gelombang tsunami
sampai ke daratan, ia akan membawa runtuhan material-material ini beserta
segala yang ada di hadapannya.
Secara umum
akibat terjangan gelombang tsunami di kawasan pesisir pantai dapat dipengaruhi
oleh beberapa hal seperti:
●
Posisi garis
pantai terhadap sumber gelombang. Pantai yang berhadapan langsung dengan sumber
gelombang akan mengalami kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tidak langsung.
●
Daratan yang
rata akan lebih parah dibandingkan dengan daratan yang tinggi
●
Wilayah pantai
yang memiliki tebing akan memiliki tingkat kerusakan yang lebih rendah karena
gelombang tsunami akan dihambat oleh tebing (sea cliff)
●
Wilayah pantai
yang memiliki vegetasi pelindung pantai seperti tumbuhan mangrove akan lebih
terlindung dari gelombang tsunami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar