Senin, 04 November 2013

pembentukan benua

PERKEMBANGAN BUMI

Bumi adalah sebuah bola batu yang tertutup oleh air dan dibungkus oleh lapisan gas yang tipis. Kira-kira 280-225 juta tahun lalu semua benua masih tergabung dalam satu daratan yang sangat luas yang disebut dengan Pangea. Lalu sekitar 200 juta tahun yang lalu pangea terbelah menjadi dua yakni Gondwanaland dan Laurasia. Gondwanaland kemudian terbelah membentuk benua afrika,  antartika, australia, Amerika Selatan, dan sub benua India. Sedangkan Laurasia terbelah menjadi Eurasia dan Amerika Utara. Pada saat benua ini terbelah-belah beberapa samudera baru muncul di sela-selanya.


Berdasarkan penyusunannya, lapisan bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan mesosfer. Litosfer adalah lapisan paling luar bumi yang memiliki ketebalan kira-kira 100 km dan terdiri dari kerak bumi dan bagian atas mantel. Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik (lempeng benua dan lempeng samudera) yang saling bersinggungan satu dengan lainnya.

Lempeng lempeng tersebut bergerak satu sama lain dengan kecepatan yang berbeda-beda, yaitu sekitar  2-7cm/tahun. Pergerakan lempeng ini terjadi akibat adanya penjalaran arus panas dari inti bumi ke mantel bumi yang disebut dengan arus konveksi. Pergerakan lempeng ini tidak dapat kita rasakan. Selain itu terjadi pula interaksi yang menyebabkan kejadian-kejadian geologi seperti pembentukan gunungapi, gempabumi, pembentukan batuan, dll.

LEMPENG
Ada enam lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Amerika Utara, Lempeng Amerika Selatan, Lempeng Afrika, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Indo-Australia. Lempeng-lempeng tersebut bergerak saling mendekat dan menjauh. Antara satu lempeng dengan lempeng lainnya yang berdampingan akan terjadi interaksi pada batas lempengnya. 


Ada 3 jenis interaksi yang terjadi yaitu Divergen, Konvergen dan Transform. Divergen terjadi apabila dua buah lempeng atau lebih saling menjauh, sementara Konvergen terjadi ketika dua buah lempeng saling mendekat. Proses Konvergen akan mengakibatkan tabrakan atau tumbukan diantara lempeng-lempeng yang dikenal sebagai Subduksi dan Kolisi.

Subduksi terjadi ketika ada interaksi antara lempeng samudra dengan lempeng samudra atau antara lempeng samudra dengan lempeng benua dimana dalam proses yang terakhir ini akan menyebabkan lempeng samudera akan menunjam kebawah lempeng benua karena berat jenis lempeng samudera lebih berat dari lempeng benua.


Sementara Kolisi terjadi apabila lempeng benua bertemu dengan lempeng benua. Karena keduanya memiliki berat jenis yang ringan, maka lempeng tersebut tidak ada yang tertunjam. Proses ini mengakibatkan pembentukan pegunungan lipatan yang biasanya sangat tinggi.

Sedangkan Transform terjadi apabila dua lempeng yang saling berpapasan atau bersinggungan. Biasanya batas ini terjadi karena batas konvergen yang tidak lurus.

Sebelum membacanya lebih lanjut, ada baiknya perhatikan juga ayat-ayat qur’an di bawah ini:

Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.(QS 27 - an-Naml:88).

Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu . (QS 16 - an-Nahl: 15).


GEMPABUMI
Karena perbenturan lempeng ini terjadi sepanjang waktu dan pada saat batas elastisitas gerakan lempeng terlampaui, maka terjadilah patahan batuan yang diikuti oleh lepasnya energi secara tiba-tiba. Proses ini menimbukan getaran partikel ke segala arah yang disebut gelombang gempabumi.

Hasil dari proses patahnya lempeng bumi ketika sudah tidak kuat menerima dorongan dari yang lainnya itu disebut Sesar. Sesar dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu sesar naik (thrust fault), sesar normal (normal fault) dan sesar mendatar/geser (Strike Slip, Wrench Fault)

Patahan atau sesar ini merupakan perpanjangan gaya yang ditimbulkan oleh gerakan-gerakan lempeng utama. Selama lempeng terus bergerak, selama itu pula gempabumi terjadi. Dengan demikian, sebetulnya gempabumi dapat terjadi setiap saat. Setiap hari terjadi gempabumi puluhan bahkan ratusan kali di berbagai wilayah di belahan dunia ini.

Tapi mengapa kita hanya dapat merasakannya sewaktu-waktu?
Hal itu disebabkan karena tidak semua getaran partikel atau gelombang gempabumi itu dapat kita rasakan.

Pengalaman saya 3 kali berkunjung beberapa kali ke Badan Meteorologi dan Geofisika Mata Ie, di Aceh membuktikan itu.  Waktu itu saya datang bersama beberapa orang teman dan kru film dalam rangka pembuatan scientific film tentang gempabumi untuk anak-anak sekolah dasar.

Di ketiga kunjungan itu, saya selalu menemukan informasi di atas kertas seismogram bahwa pada hari itu, jam sebelum kedatangan kami telah terjadi gempabumi. Kunjungan pertama dan kedua sekitar atau kurang lebih 3 SR (saya lupa pastinya, dan sayangnya ketika itu kami lupa mengambil gambarnya) dan kunjungan yang ke 3 (gambar bawah) adalah hasil rekaman seismogram atas gempabumi yang terjadi sekitar jam 6 pagi dengan kekuatan sekitar 4 SR lebih. Tidak ada satu orangpun diantara kami yang ketika ditanya merasakan getaran gempabumi tersebut, baik yang saat itu sudah terbangun atau masih tidur.

 Sumber: ManGeoNAD - BGR

Sementara bila dibandingkan dengan gambar di bawah ini yang menunjukkan rekaman getaran gempabumi 26 Desember 2004. Begitu kuatnya getaran sehingga menyebabkan kertas seismogram yang terpasang pada drum-drum di alat seismograf menjadi rusak atau robek.


Sumber: ManGeoNAD - BGR

Melihat dua gambar di atas, tentunya kita semua sudah dapat melihat dan membandingkan juga membayangkan kalau memang tidak semua gempabumi dapat kita rasakan. Berikut informasi terkait kekuatan atau magnitude gempabumi yang mudah-mudahan berguna untuk kita semua dalam mencermati dan mensikapi gempabumi: 
  
Magnitude
Penjelasan
1 - 3
Tercatat oleh seismograf, tetapi umumnya tidak terasa
3 - 4
Tercatat oleh seismograf, kadang-kadang terasa, tidak ada kerusakan
5
Tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, kerusakan ringan di dekat pusat gempa
6
Tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, kerusakan bangunan dengan struktur konstruksi bangunan yang buruk pada jarak kurang dari 10 km dari pusat gempa
7
Tergolong gempa”cukup besar” tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, menyebabkan kerusakan cukup serius sampai jarak 100 km dari pusat gempa
8
Tergolong “gempa besar”  tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, kerusakan serius  hingga jarak diatas 100 km dari pusat gempa
9
Gempa “sangat besar”, tercatat oleh seismograf, terasa pada wilayah yang cukup luas dari daerah sumber gempa, kerusakan parah hingga 1000 km dari pusat gempa
Sumber : Geological Survey of Canada


KERAWANAN WILAYAH INDONESIA TERHADAP GEMPABUMI
Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Sumatera, lepas pantai selatan pulau Jawa, lepas pantai Selatan kepulauan Nusatenggara, dan berbelok ke arah utara ke perairan Maluku sebelah selatan.

Tumbukan lempeng di lepas pantai Pulau Sumatera bersifat oblique (menyerong) yang menghasilkan sesar besar, yaitu Sesar Sumatera (Sumatera Fault) yang memanjang dari Aceh sampai Lampung. Antara lempeng Australia dan Pasifik terjadi tumbukan di sekitar Pulau Papua. Sementara pertemuan antara ketiga lempeng itu terjadi di sekitar Sulawesi. Itulah sebabnya mengapa di pulau-pulau sekitar pertemuan 3 lempeng itu sering terjadi gempabumi.


Gempabumi dengan kekuatan di atas 6,5 SR dapat memicu terjadinya tsunami, yaitu gelombang besar yang terjadi karena adanya gangguan pada air laut akibat terjadinya perubahan bentuk laut secara tiba-tiba. Penyebabnya dapat berasal dari empat sumber, yaitu: Gempabumi, letusan gunung berapi yang berada di bawah permukaan laut, dan longsoran yang terjadi di dasar laut serta jatuhnya benda langit ke dasar laut.

Dari keempat penyebab timbulnya tsunami, gempa merupakan penyebab utama.
Besar kecilnya gelombang tsunami sangat ditentukan oleh karakteristik gempa yang menyebabkannya.
Gempa yang menimbulkan tsunami membutuhkan empat syarat
1.       Pusat gempabumi berada di laut
2.       Bermagnitudo besar. Yang dimaksud dengan gempa berkategori besar adalah yang berkekuatan lebih dari 6,5 skala Richter
3.       Tegolong gempa dangkal dengan kedalaman kurang dari 33 kilometer dari permukaan bumi.
4.       Terjadi dislokasi (perpindahan lokasi) permukaan laut yang besar


Gelombang tsunami menyebar ke segala arah dari sumber terjadinya dan bergerak menjalar menyeberangi lautan. Gelombang ini mirip dengan gelombang melingkar yang dihasilkan ketika kita menjatuhkan batu ke air. Biasanya gelombang awal tidak terlalu besar dan berbahaya. Tapi gelombang setelah itu akan lebih besar. Semakin dalam dasar laut yang berada di dekat pantai maka semakin kecil gelombang yang datang memecah pantai. Demikian sebaliknya, semakin dangkal dasar laut di dekat pantai maka akan semakin tinggi gelombang-gelombang yang dihasilkan.


Tinggi gelombang tsunami yang dilaut hanya 1-2 meter, saat mendekati pantai dapat mencapai tinggi puluhan meter. Tinggi tsunami akan  maksimum pada pantai dengan morfologi landai dan berlekuk seperti teluk muara sungai. Kehilangan energi saat mendekati pantai akibat berkurangnya kecepatan ini akan dipindahkan dalam bentuk pembesaran tinggi gelombang. Akibatnya, panjang gelombang di laut dangkal memendek dan menimbulkan gelombang yang lebih tinggi.

Kerusakan yang terjadi setelah tsunami biasanya tidak semata-mata akibat terjangan gelombang itu sendiri. Pada umumnya setelah gempabumi dengan kekuatan besar terjadi, beberapa bangunan dan sarana vital lainnya yang dibangun dengan tidak mematuhi standar konstruksi yang benar akan rusak dan bahkan rubuh. Ketika gelombang tsunami sampai ke daratan, ia akan membawa runtuhan material-material ini beserta segala yang ada di hadapannya.

Secara umum akibat terjangan gelombang tsunami di kawasan pesisir pantai dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti:
         Posisi garis pantai terhadap sumber gelombang. Pantai yang berhadapan langsung dengan sumber gelombang akan mengalami kerusakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak langsung.
         Daratan yang rata akan lebih parah dibandingkan dengan daratan yang tinggi
         Wilayah pantai yang memiliki tebing akan memiliki tingkat kerusakan yang lebih rendah karena gelombang tsunami akan dihambat oleh tebing (sea cliff)
         Wilayah pantai yang memiliki vegetasi pelindung pantai seperti tumbuhan mangrove akan lebih terlindung dari gelombang tsunami.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar